Oleh : Wibisono
TEROPONGKOTA.ID – Dasar hukum Malaysia untuk melakukan klaim atas Blok Ambalat Berdasarkan undang-undang Essensial Powers Ordonance yang di sahkan pada bulan Agustus 1969, Malaysia menetapkan luas teritorial laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis dasar dengan menarik garis pangkal lurus menurut ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958 mengenai Laut Teritorial dan Contiguous Zone. Berdasarkan undang-undang tersebut selanjutnya Malaysia
mendeklarasikan secara sepihak Peta Malaysia 1979 pada tanggal 21 Desember 1979.
Selanjutnya Pada bulan Desember 1979 Malaysia mengeluarkan Peta Baru dengan batas terluar klaim maritim yang sangat eksesif di Laut Sulawesi. Peta
tersebut secara jelas memasukkan kawasan dasar laut sebagai bagian dari Malaysia yang kemudian disebut Blok Ambalat oleh Indonesia.
Hanya Malaysia sendiri yang mengetahui garis pangkal dan titik pangkal untuk menentukan batas wilayahnya. Dalam pergaulan internasional suatu negara harus memberitahukan titik-titik pangkal dan garis pangkal laut teritorialnya agar negara lain dapat mengetahuinya.
Peta 1979 yang dikeluarkan pemerintah Malaysia tersebut tidak hanya mendapat protes Indonesia saja tetapi juga dari Filipina, Singapura, Thailand,
Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain.
Filipina dan Tiongkok misalnya mengajukan protes terkait Spratly
Island. Pada bulan April tahun 1980, Singapura mengirimkan protesnya terkait dengan Pedra Branca (Pulau Batu Puteh). Protes juga dilayangkan oleh Vietnam, Taiwan, Thailand dan United Kingdom atas nama Brunei Darussalam.
Dengan demikian klaim Malaysia terhadap wilayah territorial berdasarkan Peta 1979 tidak mendapat pengakuan dari negara-negara tetangga dan dunia internasional. Namun Malaysia tetap menjadikan Peta 1979 tetap menjadi peta resmi yang berlaku hingga saat ini.
Ditinjau dari hukum laut internasional, Malaysia bukanlah negara Kepulauan oleh karena itu tidak dibenarkan menarik garis pangkal demikian sebagai penentuan batas laut wilayah dan landas kontinennya. Malaysia hanyalah negara pantai biasa yang hanya dibenarkan menarik garis pangkal normal.
Penyelesaian sengketa Ambalat yang paling efektif adalah melalui negosiasi dan perundingan bilateral antara Indonesia dan Malaysia, dengan mengutamakan prinsip-prinsip hukum internasional seperti UNCLOS 1982. Jika negosiasi tidak berhasil, opsi lain yang bisa ditempuh adalah melibatkan pihak ketiga melalui mediasi atau arbitrase, atau jika diperlukan, penyelesaian sengketa dapat dibawa ke Mahkamah Internasional.
Akankah sengketa ini akan selesai?, kita tunggu negosiasi first track yang dilakukan pemerintah Indonesia.
*Penulis: Pengamat Militer dan Pertahanan*