TEROPONGKOTA.ID – Jakarta, 20 Agt 2025 – Ilmu tidak lahir di ruang hampa. Ia tumbuh dari pergulatan hidup masyarakat, dari denyut nadi para pelaku kerajinan kecil yang berjuang menjaga budaya sekaligus mencari nafkah. Dari sana, lahirlah gagasan besar yang dipertahankan Gadis Octory dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta pada 19 Agustus 2025.

SKIP Model (Sinergi Komunikasi Inovasi dan Partisipasi) hadir sebagai tawaran baru dalam wacana komunikasi pembangunan di Indonesia. Model ini mengintegrasikan teori difusi inovasi Rogers (1962, 2003) yang menekankan tahapan adopsi dan peran agen perubahan, dengan teori partisipasi Uphoff (1985), Arnstein (1969), Pretty (1995), dan Freire (1970) yang menekankan keterlibatan kritis masyarakat. Seperti dicatat Rusadi (2014), komunikasi pembangunan di Indonesia menuntut pendekatan yang konvergen, bukan hanya top-down atau bottom-up. Di sinilah letak keunikan SKIP: ia menjadi jalan tengah yang memposisikan masyarakat bukan sekadar penerima inovasi, tetapi co-innovator yang ikut mengawal perubahan. Perpaduan kedua teori ini menarik untuk dikaji karena menghadirkan peluang sekaligus tantangan—difusi inovasi sering dikritik bias pada modernisasi dan cenderung linear, sementara partisipasi kerap menghadapi keterbatasan struktur sosial dan daya dukung kelembagaan. Justru dalam keterbatasan dan kelebihan masing-masing itulah SKIP menemukan relevansinya, yakni menghadirkan paradigma komunikasi pembangunan yang adaptif, dialogis, dan dibutuhkan oleh bangsa Indonesia untuk memperkuat ekonomi kreatif sekaligus menjaga budaya lokal.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, dengan dukungan Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Dekranasda Kota Tangsel di bawah kepemimpinan Ketua Umum Dekranasda Hj. Tri Utami Ajeng Pilar, serta Wakil Wali Kota Hj. Pilar Saga Ichsan. Pada level lokal, riset ini juga melibatkan Camat Setu Erwin Gemala Putra, S.STP., M.Si dan Ketua Dekranasda Kecamatan Setu, Iva Fatmawati.

Hasilnya nyata: pengrajin kriya seperti Rumah Batik Setu, Ladifa Collection, dan Renata Ecofashion tak hanya menerima pelatihan pemberdayaan, tetapi juga ikut menyusun strategi, memantau, hingga ikut mengevaluasi program secara partisipatif. Akses pasar meluas, literasi digital meningkat, dan rasa percaya diri komunitas tumbuh.

Dalam sidang, para promotor dan penguji menilai riset ini memberi kontribusi penting bagi ilmu dan praktik:
• Promotor: Dr. Udi Rusadi, M.S.
• Co-Promotor: Dr. Jamalullail, M.M.
• Penguji: Prof. Dr. Sunarto, Dr. Ridzki Rinanto Sigit, Dr. Agus Triyono, Dr. Drs. Prasetya Yoga Santoso., MM. dan Prof. Dr. Suraya.

Meski begitu, Gadis juga mengakui keterbatasan penelitian: aspek gender belum menjadi fokus utama, padahal peran perempuan dalam inovasi sangat nyata; serta penelitian yang hanya berlangsung 2023–2024 sehingga masih perlu kajian jangka panjang.

SKIP Model menjadi kontribusi nyata dari dunia akademik untuk masyarakat. Model ini bukan hanya teori, tapi cara praktis memperkuat ekonomi kreatif dengan melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media (penta helix) tanpa meninggalkan budaya lokal. Seperti dikatakan Gadis, SKIP lahir dari Kota Tangerang Selatan sebagai langkah kecil, namun membawa mimpi besar menuju Indonesia kreatif yang mandiri, berakar, dan mampu bersaing di dunia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini